Memang selalu ada kilah yang bisa dimanfaatkan pria untuk menjelaskan
perselingkuhan mereka. Di antaranya dengan mengutip penjelasan
psikiatris Dr. Raj Persuad dari Australia. Katanya, pria berselingkuh
tidak untuk menikmati seks yang lebih menggebu-gebu dengan wanita yang
lebih muda, lebih langsing, dan lebih aduhai. Percaya?
Dikatakan oleh dokter yang buka praktik terapi dan konsultasi perkawinan itu, pria berselingkuh tidak semata untuk seks. Sebuah survei di majalah Playboy mendapati, tidak ada kaitan antara kualitas seks dalam perkawinan dengan setia-tidaknya seorang pria.
Dikatakan oleh dokter yang buka praktik terapi dan konsultasi perkawinan itu, pria berselingkuh tidak semata untuk seks. Sebuah survei di majalah Playboy mendapati, tidak ada kaitan antara kualitas seks dalam perkawinan dengan setia-tidaknya seorang pria.
Bahkan, menurut riset yang lain dan ditunjang oleh pengalaman
praktiknya sendiri, alasan sesungguhnya mengapa pria menyeleweng adalah
kurangnya keintiman emosi dan merasa kurang dicinta atau kurang
memiliki rasa gembira.
Ditambahkan pula, menurut riset, ada empat wilayah pada benak pria yang
sangat mungkin disalahmengerti oleh wanita sehingga, tanpa disadari,
akan menempatkan perkawinan mereka dalam risiko. Sebagaimana diutarakan
dalam GoodMedicine, keempat wilayah itu adalah:
1. Stres Berat
Pria berselingkuh bukanlah karena oversex, tetapi overstress. Begitu
kata Dr. Persuad. Maksudnya, bila wanita bertemu teman wanitanya saat
dalam keadaan stres, teman wanitanya akan merasakannya dan berusaha
menghiburnya, mencoba membantu menghilangkan kecemasannya, tanpa
diminta. Dan upaya-upaya itu akan sangat berguna.
Bagi pria, mengungkap stres yang dimiliki berarti mempertontonkan
kerentanannya, dan itu bukan sesuatu yang membuat pria gembira. Cara
seperti itu bukanlah bagian dari kultur kompetitif pria.
Pria memang sering mengalami stres, tetapi menghadapinya dengan cara
yang berbeda, cara yang bagi wanita mungkin terdengar menggelikan.
Suatu survei yang dilakukan oleh tim peneliti dari Leeds University,
Inggris, guna menyelidiki kegemaran favorit pria, yaitu minum bir
seusai pulang kerja, mendapati bahwa hanya 9,5 persen saja dari mereka
yang benar-benar menikmati minuman itu. Sebagian besar dari mereka,
yaitu 85 persen, minum untuk menghilangkan stres.
Karena itu, wanita tak perlu merasa diabaikan bila suaminya memilih
mengerami persoalannya sendiri dan tidak mengungkapkan perasaannya.
Cukup perhatikan saja apakah taktik yang dipakai suaminya untuk meredam
stres itu berhasil atau tidak, sambil bersiap-siap mendengarkan bila
terlihat ia sudah siap bicara.
2. Tak Ingin Terlihat Lemah
Pria tidak mau mendongeng bagi anaknya di kamar tidur. Tidak mau
mencuci. Selalu istrinya yang harus berinisiatif dengan bertanya ke
mana mau pergi untuk liburan. Tidak mau pula mengerjakan permintaan
istri untuk membereskan hal-hal sepele di seputar rumah.
Bagi istri, suami seperti itu tampak sangat malas dan tidak peduli,
sehingga membuatnya jengkel. Padahal, lebih dari itu, kemungkinan besar
pria itu merasa tak sanggup mengerjakan semua permintaan istri dengan
baik.
Untuk diketahui saja, sebenarnya seorang pria butuh perasaan kompeten
atau mampu, dan gemar memperoleh pujian atas apa yang berhasil
dilakukannya dengan baik. Pria ingin merasa seperti jagoan. Bila suatu
kegiatan membuat mereka merasa lemah, bodoh, tidak berdaya, mereka tak
ingin melakukannya.
Karena itu, seorang istri tak perlu mengawasi dan membuntuti suaminya
untuk memastikan semua yang diperintahkan benar-benar dikerjakan.
Sebaliknya, hujanilah suami dengan pujian, betapa pun tampak repot
upaya yang dilakukannya untuk memenuhi permintaan istri. Pujian seperti
ini perlu diupayakan dua kali lipat oleh istri saat berada di tempat
tidur bersama suami.
3. Beda Level
Mate Value Discrepancy (MVD), artinya kira-kira Kadar Keselevelan
Pasangan, merupakan suatu hal yang tidak sopan dibicarakan oleh terapis
dari biro konsultasi perkawinan ternama.
Untuk sederhananya saja, MVD adalah suatu upaya ilmiah untuk
menguantifikasi apa yang terjadi ketika seseorang yang sangat rupawan
menikah dengan seseorang yang, katakanlah, sangat kurang rupawan.
Banyak pasangan yang dalam hal penampilan wajah ini levelnya hanya beda
sedikit. Meski begitu, selalu saja ada yang beda levelnya njomplang.
Suatu temuan penelitian yang sangat mengusik belum lama ini mengatakan,
bila pihak wanita dalam suatu pasangan suami istri jauh lebih rupawan
ketimbang sang pria, wanita itu jauh lebih berkemungkinan untuk
berselingkuh ketimbang bil` sang pria yang jauh lebih rupawan ketimbang
sang wanita.
Jadi, terus terangnya saja, bila sang pria lebih rupawan, dia
sebenarnya lebih bisa dipercaya ketimbang bila pihak wanita yang lebih
rupawan.
Kata Dr. Persuad, dari pengalaman praktiknya, ada saja wanita-wanita
yang datang mengeluhkan kekesalannya karena setelah sekian lama,
ternyata pasangannya yang kurang rupawan bukanlah orang yang mereka
inginkan atau dambakan.
Dalam pdrgaulan sehari-hari, kekesalan seperti ini pasti
terkomunikasikan secara halus atau terang-terangan kepada pasangannya,
sehingga membuat hubungan mereka menjadi tidak manis lagi.
Dari situ, ada kemungkinan pihak pria lalu akan merasa satu-satunya
cara untuk menunjukkan kerupawanannya adalah dengan berada di pelukan
wanita lain.
4. Ingin Merasa Penting
Ini mungkin juga merupakan persoalan klasik. Wanita yang sudah
sedemikian berhasil membuat pria mudah merasa tertinggal. Perasaan
mandiri yang besar pada wanita akan membuat pria merasa mereka tidak
memiliki peran penting dalam kemajuan yang diperoleh pasangannya dalam
hidup.
Hubungan yang kuat didasarkan pada perasaan dua belah pihak bahwa
mereka masing-masing memiliki peran yang satu sama lain saling
berpengaruh. Bila ini tidak terjadi dalam suatu perkawinan, sudah
saatnya untuk menciptakan keseimbangan tersebut, sehingga tidak ada
yang merasa tertinggal dalam hubungan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar